Judul di atas adalah judul sebuah film dokumenter karya Mash, mahasiswa antropologi Humbolt University, Berlin, Jerman yang ditayangkan pada publik bulan Juli yang lalu di Institut Global Justice (IGJ), Jakarta.
"Welcome to Taringbabi" merupakan reportase tentang komunitas Taringbabi yang juga menjadi tulangpunggung band Marjinal, sebuah band punk rock. Film berdurasi sekitar 20 menit itu dibuka dengan kemunculan Bob OI yang memandu melihat seluk-beluk aktifitas Taringbabi sebagai komunitas punk yang berinteraksi dengan warga Gang Setia Budi, Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
KIta melihat aktifitas menyablon, cetak-mencetak dengan teknik cukil kayu (wood cut), kegiatan gotong-royong membangun jalan kampung, serta wawancara dengan Bob, Dodi, Mike dan Romi, yang menceritakan latarbelakang mereka memutuskan memilih jalan hidup sebagai punker.
Aktifitas di Taringbabi, menurut Bob, tidak ditujukan hanya untuk anggota Taringbabi belaka. Segala program yang dijalankan selama ini --khususnya keputusan untuk mengontrak sebuah rumah di tengah kampung-- adalah sebuah ikhtiar untuk belajar dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka ingin mematahkan gambaran kalangan awam yang menganggap punk selalu membuat onar dan tidak produktif.
Ketika pertamakali tinggal di rumah kontrakan itu, Taringbabi sempat menjadi buah bibir atawa gosip warga karena melihat penampilan (fisik) yang sangar bertato dengan rambut mohawk. Untuk mematahkan gambaran itu, Taringbabi membuka pintu selebar-lebarnya untuk siapa pun, khususnya pemuda di Gang Setia Budi untuk melihat dan sekaligus terlibat dengan aktifitas di Taringbabi. Keterampilan menyablon kaos dan membuat emblem akhirnya dikembangkan oleh para pemuda jadi sumber penghasilan (income) yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Disamping itu, dengan ringan tangan Taringbabi bergotongroyong bersama warga dalam membangun jalan kampung. Jalan yang semua becek dan lenyah di musim penghujan kini padat bersemen sepanjang 300 meter.
Mash, sebagai film maker, lalu melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar kepada anggota Taringbabi. Dodi Cahyadi, musisi band Dislike, mengakui bahwa setelah menjadi punker hidupnya mempunyai tujuan dan semakin kreatif. "Dulu hidup saya seperti telur di ujung tanduk..." ujar Dodi yang berasal dari Tasikmalaya dan telah sepuluh tahun hidup bersama di Taringbabi. Sedangkan, Mike melihat gerakan punk di Indonesia muncul bersamaan dengan gerakan mengkritisi rejim Orde Baru yang fasis. Punk membentuk jaringan yang menghimpun pemuda dari pelbagai daerah di Indonesia untuk memperjuangkan kebebasan dan demokrasi.
"Welcome to Taringbabi" (2007) secara sederhana menjelaskan bagaimana kehidupan punk di tengah (kampung) masyarakat, merayakan perbedaan dengan kreatif dan produktif.
Jumat, 18 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
alow coy gw mau copy film dokumenternya bs gak???
Manusia Tidak Lekang Dari Cerminan Zaman, Belajar memberIkan suatu arahan dan pandangan,demi suatu perubahan, mungkin itu Yang sedang dilakukan Mike, Boby,Dodi, dan Romi.
Sama hal Nya Manusia yang lain MEncoba seperti itu. Cuma Jalanya BEda. Ato Bahkan dengan Chasing BEda.
MEnikmati Polemik yang Ada Untuk dimuntahkan dan Recycle kepda makna Baru, dari arti sebuah pergerakan.
MIke dan rekan-rekan mungkin Beda arah kepada sebuah tujuan yang sama dengan kasta-kasta yang lain. tinggal kita tunggu finish-nya.
Rule Made To BE Broken, tapi itu untuk di restorasi ulang. Berdjoang Terus Bro........
NB : MIke Sory Foto yang Pementasan Di Rangkasbitung Belum gw Email Ke taring babi. Lupa Nyimpen Gw.
OoooOO Teater Gates, Budi dan Gue Nunggu Lu Di Rangkas
Posting Komentar